Pages

Tuesday, May 26, 2015

ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETER (AAS)

Dasar Teori 

Sejarah singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1950. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik. Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua metode tersebut segera digantikan dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Atomic Absorption Spectrophotometer merupakan suatu instrument yang menggunakan spektrum cahaya sebagai komponen utama pegukuran, dimana fungsi dari alat ini adalah untuk menganalisa adanya kandungan suatu ogam dalam sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Prinsip kerja AAS adalah absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom bebas menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu tergantung sifat unsurnya. Dengan abosrpsi cahaya (energi) berarti memperoleh lebih banyak energi. Suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Elektron valensi akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misal unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energi 2.2 eV ataupun ketingkat 4p dengan energi 3.6 eV. Masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya. Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:  
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi. 
Hukum Beer: intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan: 

It = I0e -abc A= -log [It / I0] = Ebc 

Dimana:
lo = intensitas sumber sinar 
lt = intensitas sinar yang diteruskan 
E = absortivitas molar 
b = panjang medium 
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar 
A = absorbans  

Prinsip Kerja

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) mengukur cahaya yang diserap atom. Cahaya sebagai sumber energi tersebut merupakan cahaya visible atau ultraviolet pada spektrum elektromagnetik. Energi yang diserap dapat digunakan untuk mengetahui frekuensi dan panjang gelombang suatu material. Lalu hasil perhitungan gelombang cahaya yang diserap tersebut dibandingkan dengan gelombang kalibrasi untuk mengetahui kuantitas material dalam sampel. Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi analit dalam larutan standar bisa dipergunakan untuk menganalisa larutan sampel yang tidak diketahui, yaitu dengan mengukur serapan yang diakibatkan oleh larutan sampel tersebut terhadap sinar yang sama. Terdapat hubungan yang linier antara absorbansi (A) dengan konsentrasi (c) dalam larutan yang diukur dan koefisien absorbansi (a). Sedangkan b adalah ketebalan medium. A = a . b. c Cara sederhana untuk menemukan konsentrasi unsur logam dalam sampel adalah dengan membandingkan nilai absorbansi (Ax) dari sampel dengan absorbansi zat standar yang diketahui konsentrasinya. Ax = Cx As = Cs Sehingga, Dimana: Ax adalah abosrbansi sampel As adalah absorbansi standar Cx adalah konsentrasi sampel Cs adalah konsentrasi standar Gambar 1.1 Skema dari Atomic Absorption Spetrophotometer
Gambar 1.1 Skema dari Atomic Absorption Spetrophotometer

Dari Gambar 1.1 dapat dilihat bagian-bagian dari AAS dan juga bagaimana sistem yang ada pada alat tersebut. Sampel memasuki spray chamber melalui capillary tube untuk kemudian dicampur dengan fuel gas dan oxidant. Kemudian disemprotkan ke pemantik api sehingga terjadilah nyala api dan atomisasi dari larutan sampel tersebut. Atom-atom bebas tersebut menyerap cahaya monokromatis yang dipancarkan dari lampu katoda spesifik. Besarnya cahaya (energi) yang diserap atau absorpsi berbanding lurus dengan konsentrasi zat dalam sampel.  

Komponen Alat

  1. Lampu Katoda
Lampu Katoda Berongga 
Gambar 1.2 Lampu Katoda Berongga

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda berongga terdiri atas tabung gelas yang diisi dengan gas Argon (Ar) atau Neon (Ne) bertekanan rendah (4-10 torr) dan di dalamnya dipasang sebuah katoda berongga dan anoda. Rongga katoda berlapis logam murni dari unsur obyek yang akan dianalisis. Misalnya untuk pengukuran Fe diperlukan lapisan logam Fe. Batang anoda terbuat dari logam wolfram atau tungsten.      
  1. Ruang Pengkabutan (Spray Chamber)
Merupakan bagian di bawah burner di mana larutan diubah menjadi aerosol. Dinding dalam spray chamber ini dibuar dari plastik/teflon. Dalam ruangan ini dipasang peralatan yang terdiri atas:
  1. Nebulizer glass bead atau impact bead yang berfungsi untuk memecahkan larutan menjadi partikel butir yang halus.
  2. Flow spoiler atau baffle yang berupa baling-baling berputar untuk menggemburkan butir/partikel larutan yang kasar.
  3. Inlet dari fuel gas dan drain port (lubang pembuangan).
 
  1. Burner
Merupakan tempat diamana campuran gas dan oksida dinyalakan. Dalam nyala yang bersuhu tinggi itulah terjadi pembentukan atom-atom analit yang akan diukur. Alat ini terbuat dari logam yang tahan panas dan tahan korosi. Desain burner harus dapat mencegah masuknnya nyala ke dalam spray chamber. Hal ini disebut flow back dan amat berbahaya. Burner untuk nyala udara dengan asetilen memiliki suhu 2000-2200 oC, sedangkan untuk nyala asetilen dengan gas nitrous oksida memiliki suhu 2900-3000 oC. Burner harus selalu bersih untuk menjamin kepekaan yang tinggi dan repeatability yang baik.
 3
Gambar 1.3 Burner

Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.  
  1. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 2000-2200 oC, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu 2900-3000 oC. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan. Speedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.  
  1. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.  
  1. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan oleh lampu piar hollow cathode. Macam-macam monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.  
  1. Detektor
Detektor yang biasa digunakan adalah jenis photomultiplier tube yang jauh lebih peka daripada phototube biasa dan responnya juga sangat cepat (10-9 detik). Fungsinya untuk mengubah energu radiasi yang jatuh pada detektor menjadi sinyal elektrik/perubahan panas.

Atomisasi

Merupakan cara mengatomkan unsur logam dengan energi panas. Ada dua cara yang dapat dipakai yaitu flame atomization dan graphite furnace atomization. Untuk menghasilkan uap teratomisasi yang optimum maka suhu harus diatur dengan baik. Pada flame atomization umumnya digunakan bahan bakar gas asetilen dan udara (pengoksidasi) dimana dapat menghasilkan suhu maksimal sekitar 2200 oC. Apabila dibutuhkan suhu lebih tinggi maka udara diganti dengan nitrous oksida dimana dapat mencapai suhu maksimal hingga 3000 oC. Cara kerjanya yaitu bahan bakar dan pengoksidasi dimasukkan ke mixing chamber melalui beberapa baffle. Tujuannya adalah supaya pencampuran sempurna. Kemudian larutan sampel disuntikkan ke mixing chamber dengan air jet, lalu sampai pada nyala api di burner akan mengalami pengatoman. Kelemahan dari flame atomization antara lain adalah banyaknya sampel yang teratomisasi hanya sekitar 10%, sebagian besar keluar melalui drain. Waktu tinggal atom dalam nyala kira-kira hanya 10-5 – 10-4 detik dan banyaknya sampel untuk suatu analisis yaitu ±20 mL. Cara ini tidak cocok untuk trace element atau elemen dengan jumlah sangat sedikit dalam suatu sampel. Selain itu, cara ini juga tidak cocok untuk unsur-unsur yang volatil (contoh Hg) dan metalloid (contoh Te, Se,As, Sb). Pada suhu 1700-2400 oC, hanya sampel yang mudah terdekomposisi yang dapat teratomkan. Pada umumnya dekomposisi sampel perlu suhu yang lebih tinggi. Sedangkan kecepatan pembakaran atau burning velocity juga penting, karena nyala yang stabil hanya diperoleh pada gas flame rate tertentu. Kecepatan aliran gas harus mencapai kecepatan pembakaran. Beberapa faktor yang berpengaruh pada besar kecilnya absorbansi pada pengukuran dengan flame atomization AAS antara lain:
  • Panjang gelombang sinar.
  • Kuat arus lampur.
Kepekaan absorbansi berkurang dengan meningkatnya kuat arus lampu. Kuat arus yang rendah juga akan memperpanjang umur lampu. Oleh karena itu sebaiknya pengukuran dilakukan pada kuat arus rendah.
  • Kondisi nyala burner.
Suhu nyala burner dapat diatur dengan memilih kombinasi bahan bakar dengan oksidan yang sesuai dengan suhu atomisasi unsur yang akan diukur.
  • Laju alir bahan bakar.
Untuk beberapa unsur semakin tinggi kecepatan aliran gas asetilen maka kepekaan pengukuran juga besar, tetapi ada juga semakin rendah kecepatan aliran gas asetilen akan memperbesar kepekaan pengukuran.
  • Ketinggian burner.
Perlu dipilih tinggi burner optimum agar kepekaan pembacaan absorbansi tinggi.
  • Posisi sudut burner head terhadap arah lintasan sinar dari lampu.
Jika burner head diputar 90o terhadap arah lintasan sinar, kepekaan berkurang 1/10 atau 1/20 tergantung unsur yang dianalisis. Kepekaan pembacaan abosrbansi pada analisis dengan metode flame dapat ditingkatkan dengan STAT (Slotted Tube Atom Trap).

 STAT
Gambar 1.4 STAT

Graphite Furnace Atomization berfungsi sebagai tempat sampel digunakan tabung graphit dengan diameter beberapa mm dan panjang kira-kira 1 cm. Di bagian atas tabung terdapat lubang untuk memasukkan sampel. Tabung tersebut dipanaskan dalam furnace dengan arus listrik. Kuat arus yang digunakan ±300 A dan 10 V. Untuk dapat mencapai suhu 3000 oC diperlukan daya hingga 3 kW. Kelebihan dari cara ini yaitu semua sampel dapat teratomisasi sehingga tidak ada yang terbuang. Waktu tinggal sampel mencapai 10-3-10-2 detik. Sedangkan untuk sensitivitas pembacaan konsentrasi 1000 kali lebih baik dari sensitivitas pada sistem flame. Untuk volume sampel yang diperlukan hanya dibutuhkan beberapa mikroliter saja. Dan cara ini dapat digunakan untuk trace element dan juga untuk unsur yang volatil. [caption id="attachment_597" align="aligncenter" width="640"]Skema Graphite Furnace Atomization Skema Graphite Furnace Atomization[/caption]
Gambar 1.5 Skema Graphite Furnace Atomization

Sensitivitas dan batas deteksi merupakan 2 parameter yang sering digunakan dalam AAS. Sensitivitas didefinisikan sebagai konsentrasi suatu unsur dalam larutan air (µg/ml) yang mengabsorpsi 1% dari intensitas radiasi yang datang. Sedangkan batasan deteksi adalah konsentrasi suatu unsur dalam larutan yang memberikan sinyal setara dengan 2 kali deviasi standar dari suatu seri pengukuran standar yang konsentrasinya mendekati larutan blank.  

Metode

Dalam pengukuran konsentrasi dengan AAS, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut yaitu:
  1. Metode kurva kalibrasi.
Sebuah kurva kalibrasi diperlukan untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi dan absorbansi yang dibaca pada AAS. Cara ini paling banyak digunakan dalam aplikasi alat AAS. Adapun langkah-langkah pada metode ini antara lain:
  • Membuat larutan standar yang konsentrasinya diketahui dengan pasti dengan cara mengencerkan larutan standar pekat dengan aquabidest serta menyiapkan sampel.
  • Mengukur absorbansi larutan standar dan sampel dengan AAS.
  • Membuat grafik hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi (kurva kalibrasi).
  • Membaca konsentrasi sampel pada kurva kalibrasi yang sudah dibuat.
Kurva Kalibrasi
Gambar 1.6 Kurva Kalibrasi

Pada kurva kalibrasi tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
  • Kurva standar harus linier.
  • Konsentrasi sampel terletak pada kisaran kurva standar.
  • Kurva kalibrasi minimal 4 atau 5 titik.
  • Komposisi larutan standar sama dengan komposisi sampel.
Contoh pada larutan standar Cu dalam air, sampel mengandung Cu,Pb, dan Ca dalam air. Pb dan Ca menyebabkan terjadinya kesalahan pengukuran akibat adanya interferensi. Cara mencegah hal tersebut antara lain dengan memisahkan unsur yang akan ditentukan konsentrasinya, atau dapat juga dengan menghilangkan unsur-unsur yang dapat menyebabkan interferensi. Jika unsur yang dapat menekan interferensi sudah diketahui, maka dapat ditambahkan zat pada larutan sampel. Contohnya Ca diinterferensi oleh adanya fosfat. Dengan menambahkan LaCl3 akan membentuk kompleks lanthanum fosfat yang stabil, kalsiumnnya dapat direduksi menjadi atom Ca.
  1. Metode penambahan/addisi standard.
Metode ini dapat mengurangi kesalahan hasil pengukuran karena adanya perbedaan komposisi antara larutan standar dan sampel. Langkah-langkah penyiapan sampel, yaitu:
  • Siapkan 5 buah labu takar dengan volume tertentu.
  • Isilah masing-masing labu dengan sampel dengan volume yang sama.
  • Ke dalam 4 buah labu ditambahkan larutan standar dengan volume yang berbeda.
  • Tambahkan aquabidest ke dalam semua labu sampai tanda garis, lalu dikocok sampai homogen.
  • Ukurlah absorbansi masing-masing larutan dengan AAS.
  • Buat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi.
Langkah Penyiapan Sampel 
Gambar 1.7 Langkah penyiapan sampel

Kurva pada metode ini berupa garis lurus yang tidak melalui titik nol. Nilai konsentrasi larutan yang diukur terletak pada sumbu x positif dan negatif dengan skala yang sama. Nilai abosrbansi dicantumkan pada sumbu y. Buatlah kurva linier, lalu perpanjang kurva sampai memotong nilai absorbansi sama dengan 0. Titik potong garis dengan sumbu x menunjukkan konsentrasi larutan sampel (setelah dikalikan dengan banyaknya pengenceran). Yang perlu diperhatikan pada metode ini adalah kurva kalibrasi harus lurus dan konsentrasi larutan standar harus dekat dengan sampel. Berikut merupakan kurva pada metode penambahan standar.
Kurva Metode StandarGambar 1.8 Kurva Metode Penambahan Standar
 
  1. Metode pembacaan konsentrasi secara langsung.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pada metode pembacaan konsentrasi secara langsung antara lain:
  • Membuat satu set larutan standar.
  • Mengukur absorbansi masing-masing larutan standar.
  • Nilai absorbansi untuk masing-masing larutan standar diatur pada nilai konsentrasinya.
  • Jika AAS digunakan untuk mengukur absorbansi sampel, maka nilai abosrbansi dapat langsung diubah ke bentuk konsentrasi (yang terbaca langsung konsentrasi).
Yang perlu diperhatikan pada metode ini hanya untuk daerah kurva kalibrasi yang lurus.  

Cara Uji Kinerja

Dalam melakukan uji kinerja alat Atomic Absorption Spectrophotometer dilakukan penentuan daerah linear dan kepekaan serta penentuan limit deteksi alat. Prosedur penentuan daerah linear dan kepekaan:
  1. Siapkan larutan blank yaitu dengan memipet 5 mL HNO35 M ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan aquabidest sampai tanda batas.
  2. Siapkan 6 buah larutan kalibrasi (konsentrasi Cu : 0.4,1,2,3,4 dan 5 mg/L).
  3. Nol-kan skala absorbans dengan menggunakan larutan blank.
  4. Ukur serapan setiap larutan masing-masing sebanyak 8 kali.
  5. Hitung koefisien korelasi (r) dari persamaan garis regresi linear.
  6. Tentukan daerah linear penentuan Cu.
  7. Hitung RSD (%) dari setiap konsentrasi untuk memeriksa repeatibilitas pengukuran.
  Prosedur penentuan limit deteksi alat:
  1. Siapkan larutan sstandar Cu 0,02 mg/L.
  2. Nol-kan skala absorbans dengan menggunakan larutan blank.
  3. Ukur serapan setiap larutan.
  4. Hitung Standar Deviasi (SD)
  5. Hitung IDL.
 

Cara Pengoperasian

Beberapa langkah-langkah pengoperasian Atomic Absorption Spectrophotometer secara umum adalah sebagai berikut:
  1. Persiapan sampel dan larutan standar.
  2. Persiapan alat seperti dan membuka software yang terhubung pada AAS.
  3. Memasang lampu katoda spesifik sesuai dengan analisis yang ingin dilakukan.
  4. Lakukan personalisasi pada software sesuai dengan logam yang akan diuji.
  5. Mengatur supaya posisi lampu sudah pada posisi center line.
  6. Melakukan initial zero dengan menggunakan larutan blank.
  7. Menyalakan burner.
  8. Pindahkan selang ke larutan standar kemudian lakukan analisa.
  9. Pindahkan selang ke larutan sampel kemudian lakukan analisa. Ulangi sesuai dengan banyaknya sampel yang ingin dianalisis hingga selesai.
 

Cara Pemeliharaan

Beberapa cara pemeliharaan secara umum yang harus dilakukan adalah:
  1. Memastikan sumber arus listrik yang digunakan sesuai dengan spesifikasi alat.
  2. Meja yang digunakan untuk meletakkan AAS harus datar, kuat dan permanen.
  3. Sumber cahaya yang digunakan harus monokromatis.
  4. Lampu katoda dijaga pemeliharaannya jangan sampai pecah.
  5. Intensitas pemakaian alat tidak boleh melebihi aturan yang telah ditentukan.
  6. Setelah alat digunakan cuci dengan air deionisasi selama 10 menit.
  7. Setelah digunakan, burner dibersihkan dan dikeringkan dengan lap bersih untuk menghilangkan karbonnya.
  8. Alat harus disimpan dalam ruangan yang kelembaban dan suhunya terjaga sepertu pada ruangan yang menggunakan AC.
 

Pengendalian Mutu

  1. Gunakan bahan kimia berkualitas murni.
  2. Gunakan alat gelas bebas kontaminasi.
  3. Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.
  4. Dikerjakan oleh analis yang kompeten.
  5. Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu penyimpanan maksimum.
  6. Lakukan Instrument Performance Check (IPC) dengan maksimum deviasi sebsar 10%.
 

Gangguan-gangguan

  1. Gangguan kimia : terjadi apabila unsur yang ingin dianalisis mengalami reaksi kimia dengan kation atau anion tertentu. Sehingga sampel tidak dapat teratomisasi secara sempurna. Hal yang bisa dilakukan adalah menggunakan suhu nyala yang lebih tinggi dan bisa juga dengan penambahan zat kimia lain yang dapat melepaskan kation atau anion pengganggu.
  2. Gangguan matrik : terjadi apabila kandungan larutan sampel dan standar berbeda. Untuk mengatasinya dapat digunakan cara analisis penambahan standar.
  3. Gangguan ionisasi : terjadi apabila suhu nyala api terlalu tinggi sehingga mampu melepaskan elektron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah ion netral sehingga syarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis.
 

Keuntungan dan Kelemahan Alat

Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap sampel, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, serta batas kadar penentuan luas (dari ppb sampai %). Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.  

Aplikasi

Penggunaan AAS sendiri sangat beragam pada analisis-analisis kimia. Untuk di laboratory Badak LNG sendiri penggunaan AAS umumnya untuk menganalisis kandungan logam pada sampel air dan aMDEA.  

No comments:

Post a Comment